Abdul Azis menjadi inisiator penemuan gula berbahan kulit singkong


Rumah gedek RT 002/ RW 007 Desa Kismoyoso, Ngemplak, Boyolali, itu berlantai tanah. Tak ada perabotan berharga di dalamnya, selain TV tabung kuno 14 inci.

Seorang perempuan tua duduk di teras membuat kreneng, sejenis anyaman bambu pembungkus pisang. Tak berselang lama, pria sepuh berusia 70-an tahun melangkah tergopoh-gopoh menuju ruang tamu menemui Solopos.com yang mengunjungi rumahnya, Rabu (12/10/2016) itu.

Saparin adalah ayah dari delapan anak. Kehidupan ekonominya yang pas-pasan membuat ketiga anaknya hanya menamatkan SD. Empat anak lainnya lulus SLTA.

Hanya satu anaknya yang mampu kuliah di perguruan tinggi dengan beasiswa. Dialah Abdul Azis, 23, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menjadi inisiator penemuan gula berbahan kulit singkong.

Berkat penemuan inilah, anak ketujuh ini meraih penghargaan bergengsi dari negara-negara di Asia dan Eropa, mulai dari Tiongkok, Taiwan, hingga Polandia. Selain berhasil menemukan gula alternatif yang tingkat kalorinya lebih rendah dari gula tebu, Azis juga diacungi jempol lantaran berhasil memanfaatkan sisa-sisa sampah kulit singkong.

“Saya semula enggak tahu kalau anak saya masuk TV dapat penghargaan. Saya tahunya dari tetangga yang lagi nonton TV,” kisah Saparin.

Sejak kecil, kata Saparin, Abdul Azis memang terlihat berotak encer. Di sekolahnya, Azis tak pernah absen mendapatkan beasiswa. Begitu pun saat kuliah di IPB.

Saparin sama sekali tak pernah mengeluarkan uang untuk anaknya itu. Untuk indekos dan biaya hidup sehari-hari, Azis nyambi menjadi guru privat. “Sampai sekarang pun saya belum pernah ke Bogor. Uang dari mana? Untuk makan sehari-hari saja, saya disumbang raskin,” ujarnya.

Ketika Azis lulus dari Madrasah Aliah (MA) Al Islam Jamsaren, Saparin gembira sekali. Anaknya itu mendapatkan beasiswa kuliah di IPB.

Saking gembiranya, Saparin sampai harus mengayuh sepeda onthel dari rumahnya di Kismoyoso, Ngemplak, ke Jamsaren. “Saat itu, tubuh saya diangkat beramai-ramai siswa-siswa sekolah,” kisahnya.

Saparin tak mengeluh meski ekonominya hingga kini tetap pas-pasan. Sepanjang usianya, Saparin menjadi buruh tani untuk menghidupi anak-anaknya. Kini, dengan usianya kian senja, Saparin tak lagi kuat menjadi buruh tani. “Sekarang, saya angon kambing yang dibelikan anak-anak,” jelasnya.

Untuk menambah pendapatan, istrinya, Istiqomah, setiap hari membantu membikin kreneng. Jika cepat, istrinya mampu membikin 50 unit kreneng dalam dua hari. “Pembeli ambil 50 kreneng seharga Rp20.000. Tapi, bahannya beli sendiri,” terangnya.

Kepada Solopos.com, Azis menjelaskan temuannya itu berawal dari konsep “zero waste” atau bebas sampah. Hal itu terinspirasi banyaknya sampah kulit singkong pabrik tapioka di Ciluar, Bogor.

Dari situ, Azis mengajak teman-temannya melakukan penelitian mengolah kulit singkong menjadi gula.

“Kami lantas ikut lomba MIIIE [Macau International Inovation and Invention Expo] di Tiongkok akhir 2015 lalu. Peserta dari seluruh dunia,” jelas dia.

Tak dinyana, penemuan Azis memenangi sayembara. Penghargaan dari sejumlah negara pun mengalir, termasuk dari Gubernur Jawa Tengah.

Azis tercatat telah menggondol medali emas dari Macau International Inovation and Invention Expo (MIIIIE) 2015. Dia juga dianugerahi special award dari World Invention Intellectual Property Associations (WIIPA) di Taiwan, 2015. Dalam waktu bersamaan, ia juga diganjar penghargaan special award dari International Warsaw Invention Show (IWIS), Polandia, 2015, dan special award dari International Intellectual Property Network Forum (IIPNF) 2015.

Pengujung Agustus 2016 lalu, Azis bersama timnya dianugerahi penghargaan oleh Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, setelah didaulat menjadi pembicara di hadapan alumni Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se-Indonesia di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).


Related Posts:

0 Response to "Abdul Azis menjadi inisiator penemuan gula berbahan kulit singkong"

Posting Komentar