Bencana besar yang menyeruak di sela-sela ketenangan warga Kota
Yogyakarta pada 26 Oktober 2010 menoreh sejarah dalam kehidupan Yuni
Anggoroningsih. Empat hari sebelum Gunung Merapi meletus, Yuni melakukan
operasi bencana besar untuk kali pertama dalam tugas, sejak dia
bergabung sebagai Tim Medis Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas)
Kota Semarang.
Yuni bersama teman satu tim, berjibaku di tengah medan yang cukup
sulit, mengevakuasi warga sekitar dari bahaya awan panas. Rasa takut
sempat menggelayut sebab kapan saja awan panas atau yang biasa disebut
wedhus gembel bisa muncul tiba-tiba. Namun, dorongan dan kemantapan hati
membantu sesama, berhasil menghilangkan perasaan takut tersebut.
"Pikiran saya sempat kacau. Satu sisi saya harus bertugas
mengevakuasi warga namun di sisi lain saya kepikiran keluarga di
Boyolali yang juga berada di kawasan rawan terkena wedhus gembel.
Sedangkan, alat komunikasi terputus," papar Yuni.
Tugas tersebut ternyata menguras energi dan pikiran Yuni. Selama
hampir 24 jam, dia dan anggota tim, menjemput warga yang tinggal di
lereng Gunung Merapi. Tak mudah membujuk warga untuk berlindung di tenda
pengungsian. Sebagian warga, khususnya laki-laki, memilih tinggal dan
menjaga harta benda.
"Kami sudah berusaha membujuk untuk evakuasi. Jika tidak mau, saya serahkan pada perangkat desa setempat," ujarnya.
Tiga
hari bertugas di Yogyakarta, Yuni harus kembali ke Semarang. Dia
mendapat mandat menjadi panitia penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) tempat dia bertugas. "Saya merasa beruntung sekaligus sedih.
Sebab, Gunung Merapi meletus tepat saat saya kembali ke Semarang.
Tetapi, saya juga khawatir dengan teman-teman yang masih beroperasi di
Yogyakarta," ceritanya.
Yuni menuturkan, tidak semua bencana dia turut serta karena tim
rescue yang semua laki-laki sudah lebih terlatih dan kuat di semua
medan. Meski demikian, tidak sekali wanita berkulit putih ini harus
terjun membantu tim rescue. "Bayangkan saja, jumlah petugas SAR hanya
ratusan namun cakupan area kerja seluruh Jawa Tengah. Jadi, semu petugas
harus siap diterjunkan di daerah bencana," imbuhnya.
Tidak hanya saat gunung Merapi, saat banjir bandang melanda Kelurahan
Wonosari, Kecamatan Ngaliyan dan Mangkang, Kota Semarang, yang terjadi 9
November 2010 lalu, Yuni dengan berani menjemput warga di tengah
kepungan air yang menenggelamkan puluhan rumah.
Satu momen yang membuat dia geli, ketika menolong seorang kakek
berumur 66 tahun. "Kakek itu minta ayamnya dulu yang diselamatkan
dibanding keselamatannya. Mungkin, bagi kakek itu, ayam lebih berharga,"
katanya sambil tertawa.
Yuni tidak takut bila ditugaskan di daerah bencana, baik di darat,
laut, maupun udara. Sebab, Yuni selalu bertindak sesuai standard
operating procedure (SOP) mulai dari peralatan, seragam dan persiapan.
Dia menuturkan, sebelum anggota memberikan bantuan, ketua tim akan
memastikan terlebih dahulu kondisi agar keamanan petugas SAR terjamin.
====================================
Yuni
Nama: Yuni Anggoroningsih
Lahir: Boyolali, 8 Juni 1982
Tugas: Tim Medis Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) Kota Semarang
Suami: Hardi Amanu Rijal
====================================
Yuni berharap, bencana tidak lagi menimpa negeri Indonesia. Sebab,
Yuni selalu sedih bila melihat nasib para korban bencana, terutama
anak-anak yang masih memiliki masa depan cerah.
Istri Hardi Amanu
Rijal juga berharap, masyarakat lebih mengenal dan akrab dengan petugas
SAR. Dia menilai, warga masih asing dengan petugas Basarnas sehingga
ragu meminta pertolongan. Untuk itu, Yuni mengimbau masyarakat tidak
ragu menghubungi petugas bila terjadi bencana.
"Kami siap membantu masyarakat yang terkena musibah, baik longsor,
banjir, atau kecelakaan. Layanan ini tidak dipungut biaya alias gratis.
Kami bekerja sesuai panggilan hati nurani, membantu sesama," tegasnya.
Related Posts: